Sabtu, 21 April 2012


Nama : Ayu Trilian Utami

Prodi : Pai IV A

Nim   : (1053073)




ü  Pengertian Bakat Dan Minat
Menurut Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki  oleh semua orang dalam tingkat yang beragam. William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau tergantung dari latihan.
Bakat mengacu pada kemampuan khusus ( berg, 2000 ) sepeti menyelesaikan perhitungan aritmatika, atau mengingat fakta dari informasi yang telah dibaca.
Bakat berasal dari hasil interaksi antara karakteristik individu dengan kesempatan belajar di lingkungan ( Cohen dan Swedlik, 2002 ) . Bakat ini merepresentasikan informasi dan ketrampilan yang bertahap telah didapatkan.
Bakat dapat diukur dan digunakan untuk memprediksi potensi yang dimiliki seseorang untuk meraih prestasi dalam area tertentu
Jika seseorang memiliki bakat dalam bidang tertentu, maka dengan latihan ia akan sukses dalam bidang tersebut.
Bakat disebut juga spesial ability / aptitude
·         Branca : Predisposisi bawaan, potensi yang belum dikembangkan, sifat bawaan dari lahir
·         Gray : kapasitas untuk belajar
·         Lyman : kapasitas untuk mengembangkan keahlian / ketrampilan dalam bidang studi tertentu yang bersifat bawaan dan pengalman
·        Bingham : kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus memungkinkan mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan tertentu.
Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Sehubungan dengan cara berfungsinya, ada 2 jenis bakat, yaitu:
1. Kemampuan pada bidang khusus. Misalnya bakat musik, melukis, dll.
2. Bakat khusus yang dibutuhkan sebagai perantara untuk merealisir kemampuan khusus , misalnya bakat melihat ruang (dimensi) dibutuhkan untuk merealisasi kemampuan di bidang taknik arsitek.
Bakat bukanlah merupakan sifat tunggal, melainkan merupakam sekelompok sifat yang secara bertimgkat membentuk bakat. Bakat baru muncul bila ada kesempatan untuk berkembang atau dikembangkan. Sehingga mungkin saja seseorang tidak mengetahui dan mengembangkan bakatnya sehingga tetap merupakan kemampuan yang latent.
Menurut John Holland, minat adalah aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan perasaan ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan. Minat dapat menjadi indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu di mana dia akan termotivasi untuk mempelajarinya dan menunjukkan kinerja yang tinggi. Bakat akan sulit berkembang dengan baik apabila tidak diawali dengan adanya minat pada bidang yang akan ditekuni.

ü  Pentingnya mengetahui bakat
Mengidentifikasi bakat memungkinkan individu mentetahui tip skil yang paling cepat, mudah dan dapat dinikmati ketika dipelajari
Individu yang tahu bakatnya akan lebih percaya diri, akan lebih mengoptimalkan waktu dan energinya di bidang yang menawarkan kemungkinan sukses yang paling besar baginya

ü  Intelegensi dan Bakat
Jawaban-jawaban yang diberikan seseorang dalam pengukuran intelegensi umum ternyata dapat menunjukkan bakat khusus seseorang, di mana ia dapat menjawab dengan baik satu aspek kemampuan tertentu. Pengukuran intelegensi umum yang dicapai seseorang memiliki sifat untuk meramalkan sampai di mana seseorang dapat berhasil dalam menyelesaikan beberapa tugas-pekerjaan yang membutuhkan kemampuan mental. Sedangkan pengukuran bakat dilakukan dengan maksud untuk menunjukkan kemampuan berhasil dalam suatu bidang tertentu (Crow and Crow,1989).Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran, atau intelektual manusia. Inteligensi merupakan merupakan bagian dari proses – proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (high cognition). Secara umum inteligensi biasa disebut kecerdasan.

 

ü  HUBUNGAN INTELEGENSI, MINAT, BAKAT, SERTA KREATIVITAS PESERTA DIDIK

·         Pengertian Intelegensi.
Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli psikologi tentang pengertian Intelegensi yaitu sebagai berikut :
a) Claparde dan Stern mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
b) K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.
c) David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
d) William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang.
·         Pengertian Kreativitas.
      Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli psikologi tentang pengertian Kreativitas yaitu sebagai berikut :
a) David Campbell, Ph.D menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil dengan kandungan ciri ;
Inovatif : belum pernah ada, segar, menarik, aneh, mengejutkan dan teobosan baru.
Berguna : lebih enak, lebih baik, lebih praktis, mempermudah, mendorong, memecahkan masalah, mengurangi hambatan.
Dapat dimengerti : hasil yang sama dapat dibuat pada waktu yang lain.
b) James R Evan, menyatakan kreativitas adalah keterampilan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah ada dalam pikiran. Setiap kreasi merupakan kombinasi baru dari ide-ide dan produk yang inovatif, seni dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
c) Michael A.West, menyatakan bahwa kreativitas merupakan penyatuan pengetahuan berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide-ide baru yang lebih baik. Kreativitas merupakan salah satu bagian dasar dari usaha manusia. Kreativitas melibatkan kita dalam penemuan-penemuan terus-menerus cara baru dan baik dalam mengerjakan berbagai hal. Atau dalam pengertian yang lebih luas, kreativitas terkait dengan penggunaan berbagai potensi yang dimiliki, baik pengetahuan, intuisi maupun imajinasi sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan ide-ide baru yang lebih baik dan bermanfaat.
d) Rawlinson (1979:9) mengemukakan Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu gagasan baru maupun karya nyata baru yang merupakan kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada sehingga relatif berbeda dengan yang telah ada.

·          Pengertian Bakat.
           Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1986:28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.”
Kartono (1995:2) menyatakan bahwa “bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.”
Menurut Syah Muhibbin (1999:136) mengatakan “bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.”
Menurut Guilford bakat adalah kecakapan yang dimiliki seseorang sejak lahir untuk melakukan sesuatu.
Menurut Sukardi bakat adalah kualitas yang dimiliki individu yang memungkinkan dirinya dapat berkembang dimasa yang akan dating.

·                  Pengertian Prestasi Belajar
           Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli psikologi tentang pengertian Intelegensi yaitu sebagai berikut :
Menurut Poerwanto (1986:28) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.”
Menurut Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”
Menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.”


ü  Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas
                  Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.

         Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.


ü  Hubungan antara intelegensi dengan bakat.
              Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.

        Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah Tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.


ü  Hubungan antara intelegensi dengan prestasi belajar

                 Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalany perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Kartono (1995:1) kecerdasan merupakan “salah satu aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi.”
Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.”
Muhibbin (1999:135) berpendapat bahwa intelegensi adalah “semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.”
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar.
http://putusutrisna.blogspot.com/2010/11/hubungan-intelegensi-minat-bakat-serta.html

ü  Fungsi Bakat
            Faktor terbesar yang mempengaruhi bakat anak adalah lingkungan sekitar, selain lingkungan keluarga, juga sekolah. Bakat anak bisa saja berubah, berkembang, atau malah tidak berkembang karena faktor lingkungan ini. Orangtua memegang peranan penting, karena merekalah yang paling dekat dengan anak. Bakat yang dimiliki tiap anak berbeda-beda, ada yang berbakat menyanyi, bermain alat musik, menggambar, olahraga, merangkai robot, tertarik pada seni peran dan sebagainya. Beruntung kini banyak tempat les atau kursus yang memudahkan orang tua dalam mendidik dan mengembangkan bakat anaknya.  Disinilah diperlukan peran orangtua, karena dari keluargalah bakat maupun sifat-sifat anak dapat terbentuk hingga dewasa. Jadi, peran orangtua dalam mengenal, mengarahkan, dan mengembangkan bakat sangat besar. Orang tua harus mengenal dulu apa bakat si anak, sebelum mulai diarahkan dan dikembangkan seoptimal mungkin, apakah dengan ikut les, kursus, pendidikan non formal atau aktivitas lain yang mampu mengembangkan bakat anak. Untuk mengetahui apa bakat si anak, diperlukan kepekaan dan sensitivitas orangtua, sebab anak usia satu tahun pun, kadang sudah mulai memperlihatkan bakatnya. Ada yang mulai suka menyanyi, mencoret-coret, memegang alat musik lalu memainkannya, dan masih banyak lagi.
                 Adapun fungsi keluarga secara ilmu menurut ST. Vembrianto sebagaimana dikutip oleh M. Alisuf Sabri mempunyai 7 (tujuh) yang ada hubungannya denagan si anak yaitu.
  1. Fungsi biologis: keluaraga merupakan tempat lahirnya anak-anak secara biologis anak berasal dari orang tuanya.
  2. Fungsi Afeksi: kerluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman).
  3. Fungsi sosial: fungsi keluaraga dalam membentuk kepribadian anak melalui interaksi sosial dalam keluarga anak, mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam keluarga anak, masyarakat, dan rangka pengembangan kepribadiannnya.
  4. Fungsi Pendidikan: keluarga sejak dulu merupakan institusi pendidikan dalam keluarga dan merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dimasyarakat, sekarang pun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.
  5. Fungsi Rekreasi: kelurga merupakan tempat/medan rekreasi bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan, dan kegembiraan.
  6. Fungsi Keagamaan : merupakan pusat pendidikan upacara dan ibadah agama, fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada si anak.
  7. Fungsi perlindungan: keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi anak baik fisik maupun sosialnya. (Sabri, 1999 : 16).


           


Jumat, 20 April 2012

Makalah Bimbingan dan Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang.
Pada tahun 1908, di Boston, oleh Frank Parson didirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisien kerja. Beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang melifuti vocational choice, vocational placement, dan vocational training yang dari situ diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam lapangan pekerjaan. beliau pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Dengan langkah ini dapat dilihat bagaimana masalah bimbingan mendapatkan perhatian yang begitu jauh. Pada tahun 1909 Frank Parsons mengeluarkan buku yang mengupas tentang mengupas tentang pemilihan pekerjaan. Pemilihan pekerjaan ini nantinya juga akan menjadi salah satu aspek penting dalam lapangan bimbingan dan konseling.
 Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling.

2.      Rumusan Masalah.
a.       Bagaimana sejarah perkembangan bimbingan dan konseling ?
b.      Bagaimana perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia ?
c.       Jelaskan kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling ?

3.      Tujuan Penulisan Makalah.
a.       Untuk mengetahui sejarah perkembangan bimbingan dan konseling.
b.      Untuk mengetatui sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia.
c.       Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling.

4.      Metode Penulisan Makalah.
Jenis metode penulisan yang di pakai yaitu metode keperpustakaan, yaitu mengambil bahan dan sumber dari beberapa literature yang berupa buku.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Bimbingan Dan Konseling.
Bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu masih merupakan ilmu yang relative baru bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain pada umumnya. Apabila ditelusuri, bimbingan dan konseling baru mulai timbul sekitar permulaan Abad XX. Gerakan ini mula-mula timbul di Amerika Serikat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frank Parson, Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer. Para ahli inilah yang mempelopori bimbingan dan konseling, yang pada akhirnya berkembang dengan pesat.
Pada tahun 1908, di Boston, oleh Frank Parson didirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisien kerja. Beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang melifuti vocational choice, vocational placement, dan vocational training yang dari situ diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam lapangan pekerjaan. beliau pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Dengan langkah ini dapat dilihat bagaimana masalah bimbingan mendapatkan perhatian yang begitu jauh. Pada tahun 1909 Frank Parsons mengeluarkan buku yang mengupas tentang mengupas tentang pemilihan pekerjaan. Pemilihan pekerjaan ini nantinya juga akan menjadi salah satu aspek penting dalam lapangan bimbingan dan konseling.
Jesse B. Davis  yang bekerja sebagai konselor sekolah di Central High School di Detroit, juga telah mulai bergerak dalam bidang ini, baik yang berhubungan dengan masalah yang berkaitan dengan pendidikan maupun yang berkaitan dengan pemilihan pekerjaan. Pada tahun 1910-1916 beliau memberikan kuliah mengenai bimbingan dan konseling. Kegiatan yang serupa dilakukan juga oleh Eli Wever di New York, John Brewer di Universitas Harvard. Mereka ini juga dapat dipandang sebagi perintis bimbingan dan konseling. Pada tahun 1913 didirikanlah suatu perhimpunan di antara para pembimbing itu.
Setelah perang Dunia II bimbingan dan konseling lebih menunjukan manfaatnya bagi masyarakat. Bimbingan dan konseling bnyak bergerak di lapangan ketentraman, terutama untuk para tentara yang baru datang dari medan  pertempuran untuk kembali kedalam masyarakat yang biasa. Dengan demikian jelas bahwa bimbingan dan konseling yang sekarang ini merupakan perkembangan yang lebih lanjut dari vocational guidance yang dirintis oleh Frank Parsons.
Sesuai dengan jaman yang selalu berkembang, demikian pula dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling menyebar semakinlama semakin luas dan semakin berkembang bimbingan dan konseling pun kemudian tidak hanya terbatas pada bimbingan dan konseling dalam bidang pekerjaan, tetapi juga dalam lapanga pendidikan dan juga dalam lapangan kepribadian tidak hanya terbatas pada biro-biro penempatan kerja, tetapi juga menenbus lapangan industry , sekolah, ketentraman ,dsb. Dengan perkembangan yang begitu cepat, maka perusahaan, terutama du perusahaan-perusahaan yang besar, menyediakan bagian bimbingan dan konseling yang bertugas baik untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh para karyawan maupun untuk mencegah jangan sampai timbul masalah-masalah yang mungkin dapat membawa kerugian bagi perusahaan. Dalam lapangan ketentraanpun kemudiaan diadakan staf khusus yang bertugas memelihara ketahanan mental para prajurit. Sampai sekarang bimbingan dan konseling terus berkembang dan tidak mau tertinggal dari ilmu-ilmu lain.[1]
B.     Perkembangan Bimbingan Dan Konseling Konseling Di Indonesia
Seperti telah di kemukakan di depan, bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu merupakan suatu hal yang masih baru, apalagi kalau dilihat dalam konteks Indonesia. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa di Indonesia bimbingan dan konseling belum ada sama sekali.
Dengan di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dan didirikannya beberapa kementrian pada waktu itu, antara lain ada Kantor Penempatan Kerja, hal ini menunjukan adanya usaha untuk menempatkan orang-orang yang ingin bekerja. Dan ini apabila dilihat lebih jauh prinsipnya adalah sebagai vocational bureau yang didirikan Frank Parson di Bostron yaitu untuk menempatkan orang pada suatu pekerjaan yang sesuai dengan penampilannya.
Tetapi maksud yang terkandung yang dikemukan oleh Frank Parson itu tetap ada di Indonesia sebagai suatu contoh adalah Balai Latihan Kerja. Dengan diadakanya konferensi FKIP seluruh Indonesia yang diselenggarakan di Malang dari tanggal 20 sampai dengan tanggal 24 agustus 1960, dan yang telah memutuskan bahwa bimbingan dan konseling dimasukkan dalam kurikulum FKIP, hal ini menunjukan adanya langkah yang lebih maju, yaitu bahwa bimbingan dan konseling sebagiai suatu ilmu di kupas secara ilmiah.
Dengan adanya bermacam-macam latihan jabatan yang dilaksanakan oleh yang berwewenangpun menunjukan bahw bimbingan dan konseling mengalami Perkembangan yang cukup pesat, baik disekolah maupun dimasyarakat yang lebih luas seperti dalam ketentraman, badan-badan kesejahteraan sosial, maupun industry. [2]

C.     Kesalahpahaman Dalam Bimbingan Dan Konseling.
Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Diantara kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1.      Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat yang ekstrem berkenaan dengan pelayanan bimbingana dan konseling :
a.       Bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Paradigma ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak disekolah. Bukankah sekolah telah menyelenggarakan pendidik. Akibatnya sekolah akhirnya cenderung terlalu mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan serta tidak melihat sama sekali pentingnya bimbingan dan konseling.
b.      Pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan bimbingan dan konseling harus nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.

Usaha bimbingan dan konseling dapat menjalankan peranan yang amat berarti dalam melayani kepentingan siswa khususnya yang belum terpenuhi secara baik, dalam hal ini perana bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan anak didik. Untuk menjadi konselor yang baik, seseorang perlu menguasai keterampilan dasar, bai kerampilan pribadi dalam memberikan konseling maupun kematangan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling disekolah.

2.      Konselor disekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Konselor ditugaskan mencari mencarisiswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswi yang bersalah.konselor didoronguntuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Berdasarkan pandangan itu , wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia mengalami ketidakberesan tertentu, ia tidak dapat berdiri sendiri, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Pada hal, sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu disekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa serta tempat pencurahan kepentingan siswa.
3.      Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat, pada umumnya klien sesuai dengan masalah yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masyarakat dan lain sebagainya.

4.      Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri lagi pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya titik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalah rangka pelayanan responsive, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sestematis dan terrencana, yang didalamnya menggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan).[3]

5.      Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja.
Bimbingan dan konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Caunseling For All). Setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.

6.      Bimbingan dan konseling melayani orang sakit atau kurang normal.
Bimbingan dan konseling tidak melayani orang sakit atau kurang normal karena bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang yang normal yang mengalami masalah. Malalui bantuan psikologi yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebas dari masalah yang menghadapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Koselor yang memiliki kemampuan yang tinggi akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien sehingga kliennya itu perlu dialihtangankan untuk keberhasilakn pelayanan.

7.      Bimbingan dan konseling berkerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, lingkungan. Oleh karnanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu berkerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi klien. Meisalnya, Disekolah masalah-masalah yang dihadapi siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali terkait dengan orang tuan, guru, dan pihak-pihak lain, terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu penanggulangan tidak dapat dilakukan sendiri oleh konselor. Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua dan pihak-pihak lain sangat kali menentukan. Konselor harus pandai menjalin hubungan  kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbentunya siswa yang mengalami masalah.
 
8.      Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.
Sesuai dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Lebih jauh pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpahkan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

9.      Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja.
Benarkan pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawabannya “benar”jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan njawaban “tidak”, jika bimbingan dan konseling dilaksanakanberdasarka prinsif-prinsif keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lai dilaksanakan secara fropesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling  adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama diperguruan tinggi.

10.  Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika permasalahan itu dilanjutkan, dialami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebuh jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Kadang-kadang masalah yang sebenarnya sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu. Usaha pelayanan seharusnyalah dipusatkan paa masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama yang disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya. Misalnya menemukan siswa yang jarang masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan pelayanan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.[4]


11.  Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
Memang dalam hal-hal tertentu terdapat kesamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderita yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanan, baik dalam mengungkap masalah klien atau pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Dengan demikian pekerjaan bimbingan dan konseling tidak lah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan konselor berkerja dengan orang yang normal(sehat namun sedang mengalami masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental / psikis, modifikasi perilaku, teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
  
12.  Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segerah dilihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegerah mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan cepat itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk kemulut akan terasa pedasnya. Hasi bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Misalnya siswa yang mengkonsultasi tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaatdari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang doter.

13.  Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Cara apa pun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai pun berbeda. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasi. Pada dasarnya, pemakaiaan sesuatu cara tergantung pad pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling dan sarana yang tersedia.

14.  Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya).
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah keterampial pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument (tes, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekadar pembantu. Ketiadaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.

15.  Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Ukuran berat-ringanya suatu masalah memang menjadi relative, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas  berat ringan yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah kepada pihak yang lebih kompeten. [5]


BAB III
KESIMPULAN

Jadi dapat kami simpulkan Bimbingan dan Konseling baru mulai timbul sekitar permulaan Abad XX. Gerakan ini mula-mula timbul di Amerika Serikat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frank Parson, Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer. Para ahli inilah yang mempelopori bimbingan dan konseling, yang pada akhirnya berkembang dengan pesat.

Pada tahun 1908, di Boston, oleh Frank Parson didirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisien kerja. Beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang melifuti vocational choice, vocational placement, dan vocational training yang dari situ diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam lapangan pekerjaan. beliau pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah.

 Kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling melifuti : Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan, Konselor disekolah dianggap sebagai polisi sekolah, Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat, Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental, Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, Bimbingan dan konseling melayani orang sakit atau kurang normal, Bimbingan dan konseling berkerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain,Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif,menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja, menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater, menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segerah dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi, Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.






DAFTAR PUSTAKA


Bimo Walgiato, 2005, Bimbingan Dan Konseling,  Yogyakarta : C.V Andi Offset.
Prayitno Dan Erman Amti ,2004, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta : Rineke Cipta.
Rahmad Hidayat, 2010, Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling, Curup : Lp2 Stain Curup.



[1] Bimo Walgiato, Bimbingan Dan Konseling,  Yogyakarta : (C.V Andi Offset), hlm. 12-14, 2005

[2] Ibid, hlm. 15-16, 2005
[3] Prayitno Dan Erman Amti , Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta : Rineke Cipta), hlm. 125-126, 2004

[4] Rahmad Hidayat, Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Curup : Lp2 Stain Curup),hlm.128, 2010
[5] Prayitno Dan Erman Amti,  Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling,  (Jakarta : Rineke Cipta), Op, Cit. Hlm.63