Jumat, 20 April 2012

Makalah Bimbingan dan Konseling



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang.
Pada tahun 1908, di Boston, oleh Frank Parson didirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisien kerja. Beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang melifuti vocational choice, vocational placement, dan vocational training yang dari situ diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam lapangan pekerjaan. beliau pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Dengan langkah ini dapat dilihat bagaimana masalah bimbingan mendapatkan perhatian yang begitu jauh. Pada tahun 1909 Frank Parsons mengeluarkan buku yang mengupas tentang mengupas tentang pemilihan pekerjaan. Pemilihan pekerjaan ini nantinya juga akan menjadi salah satu aspek penting dalam lapangan bimbingan dan konseling.
 Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling.

2.      Rumusan Masalah.
a.       Bagaimana sejarah perkembangan bimbingan dan konseling ?
b.      Bagaimana perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia ?
c.       Jelaskan kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling ?

3.      Tujuan Penulisan Makalah.
a.       Untuk mengetahui sejarah perkembangan bimbingan dan konseling.
b.      Untuk mengetatui sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia.
c.       Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling.

4.      Metode Penulisan Makalah.
Jenis metode penulisan yang di pakai yaitu metode keperpustakaan, yaitu mengambil bahan dan sumber dari beberapa literature yang berupa buku.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Bimbingan Dan Konseling.
Bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu masih merupakan ilmu yang relative baru bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain pada umumnya. Apabila ditelusuri, bimbingan dan konseling baru mulai timbul sekitar permulaan Abad XX. Gerakan ini mula-mula timbul di Amerika Serikat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frank Parson, Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer. Para ahli inilah yang mempelopori bimbingan dan konseling, yang pada akhirnya berkembang dengan pesat.
Pada tahun 1908, di Boston, oleh Frank Parson didirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisien kerja. Beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang melifuti vocational choice, vocational placement, dan vocational training yang dari situ diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam lapangan pekerjaan. beliau pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Dengan langkah ini dapat dilihat bagaimana masalah bimbingan mendapatkan perhatian yang begitu jauh. Pada tahun 1909 Frank Parsons mengeluarkan buku yang mengupas tentang mengupas tentang pemilihan pekerjaan. Pemilihan pekerjaan ini nantinya juga akan menjadi salah satu aspek penting dalam lapangan bimbingan dan konseling.
Jesse B. Davis  yang bekerja sebagai konselor sekolah di Central High School di Detroit, juga telah mulai bergerak dalam bidang ini, baik yang berhubungan dengan masalah yang berkaitan dengan pendidikan maupun yang berkaitan dengan pemilihan pekerjaan. Pada tahun 1910-1916 beliau memberikan kuliah mengenai bimbingan dan konseling. Kegiatan yang serupa dilakukan juga oleh Eli Wever di New York, John Brewer di Universitas Harvard. Mereka ini juga dapat dipandang sebagi perintis bimbingan dan konseling. Pada tahun 1913 didirikanlah suatu perhimpunan di antara para pembimbing itu.
Setelah perang Dunia II bimbingan dan konseling lebih menunjukan manfaatnya bagi masyarakat. Bimbingan dan konseling bnyak bergerak di lapangan ketentraman, terutama untuk para tentara yang baru datang dari medan  pertempuran untuk kembali kedalam masyarakat yang biasa. Dengan demikian jelas bahwa bimbingan dan konseling yang sekarang ini merupakan perkembangan yang lebih lanjut dari vocational guidance yang dirintis oleh Frank Parsons.
Sesuai dengan jaman yang selalu berkembang, demikian pula dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling menyebar semakinlama semakin luas dan semakin berkembang bimbingan dan konseling pun kemudian tidak hanya terbatas pada bimbingan dan konseling dalam bidang pekerjaan, tetapi juga dalam lapanga pendidikan dan juga dalam lapangan kepribadian tidak hanya terbatas pada biro-biro penempatan kerja, tetapi juga menenbus lapangan industry , sekolah, ketentraman ,dsb. Dengan perkembangan yang begitu cepat, maka perusahaan, terutama du perusahaan-perusahaan yang besar, menyediakan bagian bimbingan dan konseling yang bertugas baik untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh para karyawan maupun untuk mencegah jangan sampai timbul masalah-masalah yang mungkin dapat membawa kerugian bagi perusahaan. Dalam lapangan ketentraanpun kemudiaan diadakan staf khusus yang bertugas memelihara ketahanan mental para prajurit. Sampai sekarang bimbingan dan konseling terus berkembang dan tidak mau tertinggal dari ilmu-ilmu lain.[1]
B.     Perkembangan Bimbingan Dan Konseling Konseling Di Indonesia
Seperti telah di kemukakan di depan, bimbingan dan konseling sebagai suatu ilmu merupakan suatu hal yang masih baru, apalagi kalau dilihat dalam konteks Indonesia. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa di Indonesia bimbingan dan konseling belum ada sama sekali.
Dengan di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dan didirikannya beberapa kementrian pada waktu itu, antara lain ada Kantor Penempatan Kerja, hal ini menunjukan adanya usaha untuk menempatkan orang-orang yang ingin bekerja. Dan ini apabila dilihat lebih jauh prinsipnya adalah sebagai vocational bureau yang didirikan Frank Parson di Bostron yaitu untuk menempatkan orang pada suatu pekerjaan yang sesuai dengan penampilannya.
Tetapi maksud yang terkandung yang dikemukan oleh Frank Parson itu tetap ada di Indonesia sebagai suatu contoh adalah Balai Latihan Kerja. Dengan diadakanya konferensi FKIP seluruh Indonesia yang diselenggarakan di Malang dari tanggal 20 sampai dengan tanggal 24 agustus 1960, dan yang telah memutuskan bahwa bimbingan dan konseling dimasukkan dalam kurikulum FKIP, hal ini menunjukan adanya langkah yang lebih maju, yaitu bahwa bimbingan dan konseling sebagiai suatu ilmu di kupas secara ilmiah.
Dengan adanya bermacam-macam latihan jabatan yang dilaksanakan oleh yang berwewenangpun menunjukan bahw bimbingan dan konseling mengalami Perkembangan yang cukup pesat, baik disekolah maupun dimasyarakat yang lebih luas seperti dalam ketentraman, badan-badan kesejahteraan sosial, maupun industry. [2]

C.     Kesalahpahaman Dalam Bimbingan Dan Konseling.
Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Diantara kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1.      Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat yang ekstrem berkenaan dengan pelayanan bimbingana dan konseling :
a.       Bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Paradigma ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak disekolah. Bukankah sekolah telah menyelenggarakan pendidik. Akibatnya sekolah akhirnya cenderung terlalu mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan serta tidak melihat sama sekali pentingnya bimbingan dan konseling.
b.      Pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan bimbingan dan konseling harus nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.

Usaha bimbingan dan konseling dapat menjalankan peranan yang amat berarti dalam melayani kepentingan siswa khususnya yang belum terpenuhi secara baik, dalam hal ini perana bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan anak didik. Untuk menjadi konselor yang baik, seseorang perlu menguasai keterampilan dasar, bai kerampilan pribadi dalam memberikan konseling maupun kematangan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling disekolah.

2.      Konselor disekolah dianggap sebagai polisi sekolah.
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Konselor ditugaskan mencari mencarisiswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswi yang bersalah.konselor didoronguntuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Berdasarkan pandangan itu , wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia mengalami ketidakberesan tertentu, ia tidak dapat berdiri sendiri, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Pada hal, sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu disekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa serta tempat pencurahan kepentingan siswa.
3.      Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat, pada umumnya klien sesuai dengan masalah yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masyarakat dan lain sebagainya.

4.      Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri lagi pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya titik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalah rangka pelayanan responsive, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sestematis dan terrencana, yang didalamnya menggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan).[3]

5.      Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja.
Bimbingan dan konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Caunseling For All). Setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.

6.      Bimbingan dan konseling melayani orang sakit atau kurang normal.
Bimbingan dan konseling tidak melayani orang sakit atau kurang normal karena bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang yang normal yang mengalami masalah. Malalui bantuan psikologi yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebas dari masalah yang menghadapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Koselor yang memiliki kemampuan yang tinggi akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien sehingga kliennya itu perlu dialihtangankan untuk keberhasilakn pelayanan.

7.      Bimbingan dan konseling berkerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, lingkungan. Oleh karnanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu berkerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi klien. Meisalnya, Disekolah masalah-masalah yang dihadapi siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali terkait dengan orang tuan, guru, dan pihak-pihak lain, terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu penanggulangan tidak dapat dilakukan sendiri oleh konselor. Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua dan pihak-pihak lain sangat kali menentukan. Konselor harus pandai menjalin hubungan  kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbentunya siswa yang mengalami masalah.
 
8.      Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.
Sesuai dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Lebih jauh pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpahkan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

9.      Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja.
Benarkan pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawabannya “benar”jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan njawaban “tidak”, jika bimbingan dan konseling dilaksanakanberdasarka prinsif-prinsif keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lai dilaksanakan secara fropesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling  adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama diperguruan tinggi.

10.  Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika permasalahan itu dilanjutkan, dialami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebuh jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Kadang-kadang masalah yang sebenarnya sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu. Usaha pelayanan seharusnyalah dipusatkan paa masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama yang disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya. Misalnya menemukan siswa yang jarang masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan pelayanan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.[4]


11.  Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
Memang dalam hal-hal tertentu terdapat kesamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderita yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanan, baik dalam mengungkap masalah klien atau pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Dengan demikian pekerjaan bimbingan dan konseling tidak lah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan konselor berkerja dengan orang yang normal(sehat namun sedang mengalami masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental / psikis, modifikasi perilaku, teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
  
12.  Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segerah dilihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegerah mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan cepat itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk kemulut akan terasa pedasnya. Hasi bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Misalnya siswa yang mengkonsultasi tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaatdari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang doter.

13.  Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Cara apa pun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai pun berbeda. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasi. Pada dasarnya, pemakaiaan sesuatu cara tergantung pad pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling dan sarana yang tersedia.

14.  Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya).
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah keterampial pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument (tes, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekadar pembantu. Ketiadaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.

15.  Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Ukuran berat-ringanya suatu masalah memang menjadi relative, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas  berat ringan yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah kepada pihak yang lebih kompeten. [5]


BAB III
KESIMPULAN

Jadi dapat kami simpulkan Bimbingan dan Konseling baru mulai timbul sekitar permulaan Abad XX. Gerakan ini mula-mula timbul di Amerika Serikat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frank Parson, Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer. Para ahli inilah yang mempelopori bimbingan dan konseling, yang pada akhirnya berkembang dengan pesat.

Pada tahun 1908, di Boston, oleh Frank Parson didirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisien kerja. Beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian vocational guidance, yang melifuti vocational choice, vocational placement, dan vocational training yang dari situ diharapkan dapat tercapai efisiensi dalam lapangan pekerjaan. beliau pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah.

 Kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling melifuti : Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan, Konselor disekolah dianggap sebagai polisi sekolah, Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat, Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental, Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, Bimbingan dan konseling melayani orang sakit atau kurang normal, Bimbingan dan konseling berkerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain,Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif,menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja, menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater, menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segerah dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi, Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.






DAFTAR PUSTAKA


Bimo Walgiato, 2005, Bimbingan Dan Konseling,  Yogyakarta : C.V Andi Offset.
Prayitno Dan Erman Amti ,2004, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta : Rineke Cipta.
Rahmad Hidayat, 2010, Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling, Curup : Lp2 Stain Curup.



[1] Bimo Walgiato, Bimbingan Dan Konseling,  Yogyakarta : (C.V Andi Offset), hlm. 12-14, 2005

[2] Ibid, hlm. 15-16, 2005
[3] Prayitno Dan Erman Amti , Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta : Rineke Cipta), hlm. 125-126, 2004

[4] Rahmad Hidayat, Konsep Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Curup : Lp2 Stain Curup),hlm.128, 2010
[5] Prayitno Dan Erman Amti,  Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling,  (Jakarta : Rineke Cipta), Op, Cit. Hlm.63

1 komentar: